
Mata uang Garuda (Rupiah) kembali menumbangkan keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (13/7/2023). Apresiasi rupiah disebabkan karena data inflasi AS yang kembali melandai pada Juni 2023.
Dilansir dari Refinitiv, Rupiah ditutup menguat 0,73% ke posisi Rp 14.965/US$1 . Penguatan Rupiah hari ini memperpanjang tren positif rupiah menjadi tiga hari beruntun.
Posisi penutupan pada hari ini juga menjadi yang terkuat dalam tujuh hari terakhir.
Penguatan hari ini juga resmi mengakhiri terbenamnya rupiah di level US$ 15.000/US$1 yang berlangsung dalam enam hari perdagangan sebelumnya.
Penguatan nilai Rupiah ditopang inflasi AS yang melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni 2023, dari 4% (yoy) pada Mei. Melandainya inflasi AS menjadi kabar gembira karena ekspektasi pasar melihat pelonggaran kebijakan moneter AS bisa menjadi kenyataan.
Laju inflasi AS jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi Juni sebesar 3,1% menjadi angin segar bagi pasar. Laju inflasi Juni juga menjadi yang terendah sejak Maret 2021 di mana inflasi menyentuh 2,6%.
Secara bulanan (month to month/mtm), inflasi AS melandai mencapai 0,2% pada Juni 2023 dari 0,1% pada bulan Mei. Inflasi tersebut juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi akan ada di angka 0,3%.
Meskipun penurunan inflasi terjadi cukup dalam, namun target Bank Sentral Amerika Seritkat (The Fed) untuk capai 2% belum dapat dipenuhi. Oleh karena itu, pasar masih berkespektasi untuk menaikkan suku bunga sebesar 25 bps yang terlihat dari perangkat Fedwatch yang menunjukkan sebanyak 92,4% melihat peluang kenaikan suku bunga pada pertemuan Juli.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan penguatan tajam rupiah hari ini memang sudah diproyeksi.
“Dalam jangka pendek, pasti pasar domestik dan negara berkembang pasti akan rally dulu, pasti akan terkena sentimen positif. Karena kalau inflasi turun, ada sentimen positif buat risk aset di Indonesia,” tutur Satria, kepada CNBC Indonesia.
Dia menambahkan pergerakan rupiah ke depan masih akan sangat dipengaruhi oleh permintaan dolar dari dalam negeri serta kebijakan The Fed.
Bila kebijakan The Fed berubah menjadi dovish maka investor asing akan semakin melirik pasar domestik sebagai tempat investasi yang menarik. Alhasil, diproyeksikan aliran dana asing mengalir dasar ke tanah air.
Ekspektasi The Fed membuat indeks dolar sempat jatuh ke kisaran 100,4% pada hari ini, posisi terendahnya sejak April 2022. Melemahnya indeks menunjukkan nilai dolar tengah melemah.
Selain karena data inflasi, Satria menyatakan pelemahan rupiah satu minggu lalu merupakan fenomena profit taking. Hal ini terjadi karena sudah under value terlihat dari penguatan sejak awal tahun.
“Jadi, rupiah itu under value, tapi rupiah bersifat over value, karena mata uang rupiah sudah menguat 2-3% di global, di dunia, di tengah mata2 uang Asia melemah 2-6% dan memang kalau mata uang yang terlalu menguat dan rupiah wajar terkena sentimen profit taking” tambahnya.
https://twitter.com/CapitalBridgeId
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20230713152009-17-454005/rupiah-makin-perkasa-dolar-resmi-bye-ke-level-rp15000